Bukankah seseorang Pelarian Politik Itu Mesti Ringan Bebannya, Seringan-ringannya?
Tetapi asalkan ia sudah mengantongi nomor nan memenuhi, matematika seperti guru akal beliau lemparkan pas sekali. Selain sebab pada itu, berkenaan dijelaskan gerangan menceluk-beluk maka kena-mengenanya materialisme, dialektika dan ilmu mantik, Ahad sekelas lainnya. Disinilah dikerangkakan definisi serta daerahnya materialisme, faedah lagi daerahnya dialektika, serta nilai bersama daerahnya Logika. Dengan sedemikian itu logika menyilaukan arah gayang-gayang pemakai pengamat logika itu serta melupakan margin dan kelemahannya ilmu mantik itu. Kalau seperti itu lalu strata inilah yang sama dikembangkan sebab Ahad lingkungan maupun grama baru. Hampir segala penitikberatan matematika terapan telah pada mode yang terus berganti-tukar yang dimodelkan sebab kontinum matematika beserta aplikasi trik yang berasal berawal kalkulus diferensial beserta menyeluruh. Dialektika nan bersendikan mantik selanjutnya kegaiban, yang pada Hegelisme melambung sampai ke puncak, tinggal terus merasuk dipakai bagai gawai buat memuliakan rohani maka merohanikan jalal. Nyatalah tabiat maupun pola model sintetis itu mematok teori nan sudah dikenal, sampai hukum yang terpaksa diuji jelas kebenarannya. 3. Metode reductio ad absurdum. Kita yang lahir dalam dunia mistika, mistika Hindu gerangan, mistika yang tak licin dikikis, di basuh bersih, dan sampai-sampai laksana gayung terutama dalam dunia bermakrifat, perlulah kita sekadarnya menyampaikan logika. Pemikir borjuis dengan filsuf feodal berpegang pada dialektika mistika itu seolah-olah seekor angin larut terserah pada serepih jukut yang diayun-ayunkan riak.
Di antara ahli pikir borjuis barat ada yang menjawab identitas dialektika materialisme pula mengetengahkan membandel-materialisme, yaitu logisch-materialisme, melainkan prestise ini persis sekali melenyapkan dialektika, jadi bertentangan plus Madilog. Bisa jadi empu kita sedang pusing maupun kenyataan belum sekaliannya terkumpul alias akhirnya kita lengah mengacuhkan akal tadi. Tetapi setelah lebih semenjak sebagian tampang ditulis, saya mencapai bahan manuskrip yang bisa diperiksa benar tidaknya suka-suka, yang bisa dipanjangkan atau dipendekkan menurut opsi. Tetapi sebab toko tampang yang terbesar pada Asia Timur lalu depot-warung sendi nyamuk serampang di Jakarta tak punya satupun ruas bab itu saya sama sekali disesakkan akan "Jembatan keledai’’ nan tersimpan dalam pikiran saya. Sekali lagi ampun ! Tetapi perlu sekali lagi dicatat disini dalam bibliotheek Bataviase Genootshap, sehabis hampir habis "Madilog’’ ditulis berjumpa agak via separo ruas sekitar logika dalam patois Belanda, Inggris, Jerman beserta Perancis. Kitab ini yakni tatanan dari paham yang sudah bertahun-tahun terabadikan dalam dalam anggapan saya, dalam kehidupan nan berkobar-kobar. Maksud serta kopi kedua ini serta, supaya yang menjajaki betul atau tidaknya buhulan (proposisition, bukan ayat, sentence Inggrisnya) ini mengamati melalui menggunakan deriji, yang sudah diketahui banyaknya itu, ialah belaka 10, maknanya belaka sedikit.
Demikianlah dalam Ilmu asing-beda, ahli Tionghoa banyak ada kesaksian-bukti nan betul. Air tetap uap buat kita dengan memegang bawaan larutan, bukan uap yang ada kepribadian kukus pula. Ingat saja, penawar bom beserta pijakan yang bersumber pada Tionghoa! Dan experiment yang berhubungan pakai mati, riskan sekali senyampang tidak mustahil dijalankan, ialah pada waktu sekarang. Kekurangan diluar dirinya sendiri, tampak pada tatanan mahajana kita masa ini pada politik, ekonomi serta sosial. Tetapi sebelum kita memisah-misahkan aksen berpikir mana nan terutama kita pakai, dialektika-kah maupun akal sehat-kah, bahwa haruslah sebelumnya kita bertanya menjumpai diri sendiri, apakah perkara itu bersendikan matter, zat ataukah idea, prakiraan penalaran sekadar, arwah sekadar. Si-ekonomis dan politikus, sebentar dapat mengaryakan Logika, dalam menafahus setengah urusan dalam wangsa proletar ataupun kapitalis, melainkan dalam adicita populasi saat ini, mahajana kapitalisme, doi tidak boleh melupakan kedua antitesis, sanak-saudara aktiva dikutub utara, kafilah orang upahan pada poros daksina. Sebentar dia bisa cemplungkan otaknya ke dalam ada, sebentar lagi ke dalam tak ada, bersama pada letak sendiri-sendiri mendayagunakan ilmu mantik, namun pada tamasya jauh menyandang giliran lama, doi kudu pikirkan ada itu terletak pada antipoda tidak-ada, tidak bisa bercerai Ahad selaras lainnya. Madilog’’ ini, sebentar mengincarkan punat pada catatan, daya serap beserta taman lipatan-ruas yang mengandung dialektika lalu akal sehat.
Hasilnya heterogen keahlian itu meulungkan serta menunggalkan kemanjurannya ilmu mantik laksana kebiasaan berpendapat. Logika mengangkasa pada disiplin fakta (Science) kala masa ini dan plural cabangnya ilmu itu. Baikpun materialisme ataupun dialektika, makin agak ilmu mantik, per memiliki ruang maka interpretasi beragam. Sebaliknya lagi materialisme ini bersangkut melekap plus ilmu mantik dan dialektika, bak: bahan, materi itu mempunyai sifat berguling maka beradu, tersisih pada hukumnya putaran, yakni dialektika, serta kaidah pensiun, yakni logika. Buat Timur kebanyakan pula Indonesia khususnya, nan sampai pada saat saya menulis lektur ini, tinggal gelap buta, diselimuti macam-macam kemahiran kegaiban, maka akal sehat itu sedang barang baru, lembut perlu diketahui dengan dipahamkan berpatungan-simetris seraya dialektika lagi materialisme. Tetapi untuk kita mengaji lebih dalam, seumpama kita mendaras ada atau tidak-adanya barang, mengaji kelok-beluk, asal lalu jadinya entitas barang, tegasnya asalkan kita tenggelam dalam aliran gairah aliran, ke dalam kasus nan bersinggungan memakai alam, publik ketatanegaraan, nan kikis atau timbul, bergelut beserta berhenti, pada kurun yang singkat maupun lama, pada masalah yang berseluk-beluk, alkisah kita tiada bisa sampai ke ujung plus peranti ilmu mantik melulu. Sebaliknya kembali seluruh primbon yang bersendikan materialisme dialektika pada Eropa dalam bentuk menantang ilmu mantik itu, lupa berkenaan alias sedikit sekali mengamati keinginan logika itu. Yang gara-gara ujaran manis alias pahit, sedap ataupun ringan, halus atau kasar.
Comments
Post a Comment